Kamis, 07 Juni 2012

Dampak Keberadaan PKL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
            Pertumbuhan kota-kota di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran sektor informal, yang secara integral telah merasuk dalam setiap kegiatan kehidupan perkotaan. Keberadaan sektor informal tidak dapat dilepaskan dari proses pembangunan, dimana ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota, menarik arus urbanisasi ke kota. Hal ini meyebabkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang tidak sejalan dengan ketersediaan lapangan kerja. Dalam situasi inilah para pencari kerja lari ke sektor informal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu usaha sektor informal adalah pedagang kaki lima (PKL).
             Dalam perkembangannya PKL menghadapkan pemerintah pada kondisi yang dilematis, disatu sisi keberadaannya dapat menciptakan lapangan kerja, sedangkan dilain pihak keberadaan PKL yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah menjadi beban bagi kota. PKL beraktivitas pada ruang-ruang publik kota tanpa mengindahkan kepentingan umum, sehingga terjadinya distorsi fungsi dari ruang tersebut. Pada akhirnya kesesuaian tatanan fisik masa dan ruang kota dalam menciptakan keserasian lingkungan kota sering kali tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan. PKL telah memberikan dampak negatif terhadap tatanan kota, sedangkan terhadap masyarakat keberadaan PKL selain memberikan dampak negatif juga memberikan manfaat/dampak positif terhadap masyarakat.

1.2              Perumusan Masalah
            Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Pengertian Pedagang Kaki Lima
2.      Sejarah Pedagang Kaki lima
3.      Dampak positif dan dampak negatif dengan munculnya pedagang kaki lima

1.3              Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:
1.      Memenuhi tugas Mata Kuliah Teknik Komunikasi
2.      Memberikan wawasan kepada mahasiswa dalam mengkaji keberadaan PKL

BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)
Menurut Poerwadarminta (2000) Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat dengan kata PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki"gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL memiliki arti yang lebih luas, Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk menyebut pedagang di jalanan pada umumnya. Istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah(Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti yang kedua adalah lantai (tangga) dimuka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan(serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan.

2.2              Sejarah Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang kaki lima atau yang sering disebut PKL merupakan sebuah komunitas yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mengais rezeki dengan menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir-pinggir perlintasan jalan raya. Bila melihat sejarah dari permulaan adanya PKL atau pedagang kaki lima sudah ada sejak masa penjajahan Kolonial Belanda. Adapun yang menyebutkan bahwa kata “kaki lima” berasal dari masa penjajahan Belanda. Saat itu Kolonial menetapkan bahwa setiap ruas jalan raya harus menyediakan sarana untuk pejalan kaki selebar lima kaki, atau sekitar satu setengah meter untuk kaum pedestrian.  Namun setelah Indonesia merdeka, ruas jalan tersebut banyak dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan, sehingga masyarakat mengenalnya dengan nama pedagang emperan, namun menurut sejarahnya lebih tepat disebut pedagang kaki lima.

2.3              Dampak yang Ditimbulkan dengan Adanya PKL
Munculnya Pedagang Kaki Lima atau yang sering disebut PKL telah memberikan banyak dampak, baik iyu dampak positif maupun dampak negatif. Dibawah ini akan diuraikan beberapa dampak positif dan negatif.


2.3.1                                Dampak Positif
Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang relatif terjangkau oleh pembelinya, dimana pembeli utamanya adalah masyarakat menengah kebawah yang memiliki daya beli yang rendah. Keberadaan PKL bisa menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan, sehingga keberadaan PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota. Dampak positif lainnya terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi, karena sektor informal memiliki karakteristik efesien dan ekonomis. Hal tersebut menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor informal yang dilakukan ILO di 8 negara berkembang, karena kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dn modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.
2.3.2        Dampak Negatif
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukkan oleh semakin tidak terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah smua lahan kosong yang strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak PKL. Pkl mengambil ruang dimana-mana tidak hanya ruang kosong atau terabaikan , tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. PKL secara ilegal berjualan hampir di seleruh jalur pedestrian, ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesbilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut. Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakkan, sehingga dapat menimbulkan tindak kriminal (pencopetan). Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko. Selain itu, pada beberapa tempat keberadaan PKL mengganggu para pengendara kendaraan bermotor dan mengganggu kelancaran lalu lintas.  


BAB III
KESIMPULAN

Pedagang kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor informal perkotaan yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi, sehingga tidaklah mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu menjadi sasaran utama pemerintah kota untuk ditertibkan. Namun, faktanya berbagai bentuk kebijakan dalam rangka menertibkan PKL yang telah dilakukan oleh pemerintah kota tidak efektif baik dalam mengendalikan PKL maupun dalam meningkatkan kualitas ruang kota. Harus diakui memang pada saat ini adanya penertiban-penertiban yang dilakukan terhadap PKL cenderung menimbulkan permasalahan baru seperti pemindahan lokasi usaha PKL yang justru akan membawa dampak yang dikhawatirkan menurunnya tingkat pendapatan PKL tersebut bila dibandingkan dengan di lokasi asal karena lokasinya menjauh dari konsumen.
Dengan demikian, dapat dikatakan adanya persoalan PKL ini menjadi beban berat yang harus ditanggung pemerintah kota dalam penataan kota. Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL mempunyai kekuatan atau potensi yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota sehingga janganlah dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota dan harus dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula bahwa kemacetan tersebut tidak semata karena adanya PKL. Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu bagi orang yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama bagaimana dengan potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan sebagai suatu elemen pendukung aktivitas perekonomian kota. Pembinaan PKL tampaknya cukup menjanjikan tapi hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan karena jumlah PKL yang sangat banyak dan menyebar. Sudah saatnya pemerintah daerah melakukan sebuah terobosan baru yang bersifat win-win solution. Di satu sisi kota bisa terlihat ebih cantik dan di sisi lain PKL bisa mendapat untung lebih banyak.



DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/5726/.2007.“Dampak yang Ditimbulkan dari Keberadaan
            PKL”. Diunduh Kamis, 24 Mei 2012.           
Margono, Ali.2008.“Pedagang Kaki Lima”, dalam scribd.com. http://www.scribd.
            com/doc/46651445/Makalah-Pedagang-Kaki-Lima.Diunduh Kamis, 24       Mei 2012.       

4 komentar: