BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pertumbuhan kota-kota di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari kehadiran sektor informal, yang secara integral
telah merasuk dalam setiap kegiatan kehidupan perkotaan. Keberadaan sektor
informal tidak dapat dilepaskan dari proses pembangunan, dimana
ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota, menarik arus urbanisasi ke kota.
Hal ini meyebabkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang tidak sejalan dengan
ketersediaan lapangan kerja. Dalam situasi inilah para pencari kerja lari ke
sektor informal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu usaha sektor
informal adalah pedagang kaki lima (PKL).
Dalam perkembangannya PKL menghadapkan
pemerintah pada kondisi yang dilematis, disatu sisi keberadaannya dapat
menciptakan lapangan kerja, sedangkan dilain pihak keberadaan PKL yang tidak
diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah menjadi beban bagi kota. PKL
beraktivitas pada ruang-ruang publik kota tanpa mengindahkan kepentingan umum,
sehingga terjadinya distorsi fungsi dari ruang tersebut. Pada akhirnya
kesesuaian tatanan fisik masa dan ruang kota dalam menciptakan keserasian
lingkungan kota sering kali tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan. PKL
telah memberikan dampak negatif terhadap tatanan kota, sedangkan terhadap
masyarakat keberadaan PKL selain memberikan dampak negatif juga memberikan
manfaat/dampak positif terhadap masyarakat.
1.2
Perumusan
Masalah
Dalam
makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Pengertian
Pedagang Kaki Lima
2. Sejarah
Pedagang Kaki lima
3. Dampak
positif dan dampak negatif dengan munculnya pedagang kaki lima
1.3
Tujuan
Dalam
pembuatan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:
1. Memenuhi
tugas Mata Kuliah Teknik Komunikasi
2. Memberikan
wawasan kepada mahasiswa dalam mengkaji keberadaan PKL
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Pedagang Kaki Lima (PKL)
Menurut Poerwadarminta (2000) Pedagang Kaki Lima atau yang biasa
disingkat dengan kata PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah
itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima
kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki"gerobak
(yang sebenarnya adalah tiga
roda atau dua roda dan satu kaki). Dahulu
namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima,
namun saat ini istilah PKL memiliki arti yang lebih luas, Pedagang Kaki Lima
digunakan pula untuk menyebut pedagang di jalanan pada umumnya. Istilah
kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan
rumah(Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti yang kedua adalah lantai (tangga)
dimuka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan
bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi
kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan(serambi) dari toko lebarnya
harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan
kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi
sebagai jalur lintas bagi pejalan
kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat
jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang
kaki lima dimasyarakatkan.
2.2
Sejarah Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang
kaki lima atau yang sering disebut PKL merupakan sebuah komunitas yang
kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mengais
rezeki dengan menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir-pinggir
perlintasan jalan raya. Bila melihat sejarah dari permulaan adanya PKL atau
pedagang kaki lima sudah ada sejak masa penjajahan Kolonial Belanda. Adapun yang menyebutkan bahwa kata “kaki lima” berasal dari
masa penjajahan Belanda.
Saat itu Kolonial menetapkan bahwa setiap
ruas jalan raya harus menyediakan
sarana untuk pejalan kaki selebar lima kaki, atau sekitar satu setengah meter untuk kaum pedestrian. Namun setelah Indonesia merdeka, ruas jalan tersebut
banyak dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan, sehingga masyarakat
mengenalnya dengan nama
pedagang emperan, namun menurut
sejarahnya lebih tepat disebut pedagang
kaki lima.
2.3
Dampak yang Ditimbulkan dengan Adanya PKL
Munculnya Pedagang Kaki Lima atau yang sering disebut PKL telah
memberikan banyak dampak, baik iyu dampak positif maupun dampak negatif.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa dampak positif dan negatif.
2.3.1
Dampak Positif
Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang
relatif terjangkau oleh pembelinya, dimana pembeli utamanya adalah masyarakat
menengah kebawah yang memiliki daya beli yang rendah. Keberadaan PKL bisa
menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan, sehingga keberadaan PKL
banyak menjamur di sudut-sudut kota. Dampak positif lainnya terlihat pula dari
segi sosial dan ekonomi, karena sektor informal memiliki karakteristik efesien
dan ekonomis. Hal tersebut menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor
informal yang dilakukan ILO di 8 negara berkembang, karena kemampuan
menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dn
modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama
sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.
2.3.2
Dampak Negatif
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukkan oleh semakin tidak
terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah smua lahan kosong yang
strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak PKL. Pkl mengambil
ruang dimana-mana tidak hanya ruang kosong atau terabaikan , tetapi juga pada
ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. PKL secara ilegal berjualan
hampir di seleruh jalur pedestrian, ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota
lainnya. Alasannya karena aksesbilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar
untuk mendatangkan konsumen juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang
menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL
tersebut. Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki
berdesak-desakkan, sehingga dapat menimbulkan tindak kriminal (pencopetan).
Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung
memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko. Selain itu,
pada beberapa tempat keberadaan PKL mengganggu para pengendara kendaraan
bermotor dan mengganggu kelancaran lalu lintas.
BAB III
KESIMPULAN
Pedagang kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor
informal perkotaan yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi,
sehingga tidaklah mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu menjadi sasaran
utama pemerintah kota untuk ditertibkan. Namun, faktanya berbagai bentuk
kebijakan dalam rangka menertibkan PKL yang telah dilakukan
oleh pemerintah kota tidak efektif baik dalam mengendalikan PKL maupun dalam
meningkatkan kualitas ruang kota. Harus diakui memang pada saat ini adanya
penertiban-penertiban yang dilakukan terhadap PKL cenderung menimbulkan
permasalahan baru seperti pemindahan lokasi usaha PKL yang justru akan membawa
dampak yang dikhawatirkan menurunnya tingkat pendapatan PKL tersebut bila
dibandingkan dengan di lokasi asal karena lokasinya menjauh dari konsumen.
Dengan demikian, dapat dikatakan adanya persoalan PKL
ini menjadi beban berat yang harus ditanggung pemerintah kota dalam
penataan kota. Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL mempunyai kekuatan atau
potensi yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota sehingga janganlah dipandang
sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota dan harus dilenyapkan
dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula bahwa kemacetan tersebut tidak
semata karena adanya PKL. Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu
bagi orang yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama bagaimana dengan
potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan sebagai suatu elemen
pendukung aktivitas perekonomian kota. Pembinaan PKL tampaknya cukup
menjanjikan tapi hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan karena jumlah
PKL yang sangat banyak dan menyebar. Sudah saatnya pemerintah daerah
melakukan sebuah terobosan baru yang bersifat win-win solution. Di satu sisi
kota bisa terlihat ebih cantik dan di sisi lain PKL bisa mendapat untung lebih
banyak.
DAFTAR PUSTAKA
PKL”. Diunduh Kamis, 24 Mei 2012.
com/doc/46651445/Makalah-Pedagang-Kaki-Lima.Diunduh
Kamis, 24 Mei 2012.